"What's in a name? That which we call a rose
By any other name would smell as sweet."
Romeo Montague and Juliet Capulet meet and fall in love in Shakespeare's lyrical tale of "star-cross'd" lovers. They are doomed from the start as members of two warring families. Here Juliet tells Romeo that a name is an artificial and meaningless convention, and that she loves the person who is called "Montague", not the Montague name and not the Montague family. Romeo, out of his passion for Juliet, rejects his family name and vows, as Juliet asks, to "deny (his) father" and instead be "new baptized" as Juliet's lover. This one short line encapsulates the central struggle and tragedy of the play.
William Shakespeare bersastera, 'apalah erti pada sebuah nama ? '
Namun, nama yang dimaksud pujangga legenda Romeo dan Juliet itu tidak lain terkait dengan latar belakang atau keturunan yang kerap jadi simbol kekuasaan dan egois komuniti tertentu. Lain shakespeare, lain pula masyarakat timur.
Fahaman ugama kita memandang nama adalah do'a, sebuah cita dan harapan dari Yang Maha Esa pemberi nama kepada makhluk yang terlahir di dunia. Mencari nama yang baik bukan untuk mendapat pujian atau untuk melambangkan status sosial dan seumpamanya. Tetapi ia adalah satu ibadah yang dituntut oleh ugama.
Memperelokkan nama bermaksud memilih nama yang selari dengan tuntutan Islam. Memilih nama perlu ada tujuan.
Dan uniknya, kita punya nama panggilan untuk memudahkan pengucapan lisan. Dari yang bagus, lucu, sampai merubah makna, nama panggilan kerap jadi hal yang lumrah dan tradisi untuk diikutsertakan dalam penentuan nama seseorang. Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang punya nama panggilan.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada siapapun yang punya kreativiti membuat nama panggilan rasanya hadis ini boleh jadi bahan renungan kita bersama untuk pertimbangan memilih nama.
"Sesungguhnya kamu akan diseru pada hari qiamat dengan nama-nama kamu, dan nama-nama bapa kamu maka perindahkanlah nama-nama kamu itu."
(Riwayat Abu Daud)
(Riwayat Abu Daud)
Marilah kita memanggil dengan sebaik-baik panggilan sebagaimana Rasulullah contohkan ketika memanggil isterinya Aisyah dengan sebutan humairoh (yg kemerah-merahan), memanggil sahabat terbaiknya Abu Bakar dgn sebutan ash-shidiq (yang membenarkan) atau ath-Thahirah (bersih dan suci) panggilan ibunda Khadijah oleh kaum quraisy, atau Al-Faruqul 'adhim (pemisah antara haq dan bathil yang perkasa) yang merupakan gelar kepahlawanan Umar ibnul Khatthab.
Karena tiada yang lebih indah dan menyenangkan selain mengikat ukhwah ini dengan memuliakan seseorang dengan memberinya panggilan yang baik...
Wallahu'alam bissawab.